BAB I
LATAR BELAKANG
I.1 Latar Belakang
Berdasarkan pembelajaran pada Bab Metabolisme, siswa dituntut untuk memahami proses fotosintesis pada tumbuhan. Dalam proses fotosintesis ini dibutuhkan cahaya matahari yang optimal. Dan cahaya matahari terdiri dari berbagai warna, dalam percobaan ini, kami melakukan percobaan fotosintesis dengan warna berbeda pada Hydrilla sp.Warna apakah yang paling efektif untuk fotosintesis akan terjawab pada percobaan ini.
I.2 Tujuan Praktikum
Mengetahui warna macam cahaya apa yang mempengaruhi fotosintesis.
I.3 Manfaat Praktikum
Manfaat penelitian ini adalah untuk mengasah keterampilan siswa dalam merancang dan melakukan suatu praktikum secara ilmiah.
I.4 Rumusan Masalah
1. Warna cahaya tampak apakah yang paling efektif untuk melakukan fotosintesis?
2. Apakah warna cahaya tampak berpengaruh dalam proses fotosintesis?
3. Apakah intensitas cahaya berpengaruh pada fotosintesis?
I.5 Hipotesis
1. Warna yang paling efektif adalah merah (mejikuhibiniu).
2. Intensitas cahaya tinggi membuat fotosintesis optimal.
3. Intensitas cahaya rendah membuat fotosintesis kurang optimal.
BAB II
ACUAN TEORITIK
II.1 Tinjauan Teori
Fotosintesis adalah suatu proses biokimia pembentukan zat makanan atau energi yaitu glukosa yang dilakukan tumbuhan, alga, dan beberapa jenis bakteri dengan menggunakan zat hara, karbondioksida, dan air serta dibutuhkan bantuan energi cahaya matahari Hampir semua makhluk hidup bergantung dari energi yang dihasilkan dalam fotosintesis. Akibatnya fotosintesis menjadi sangat penting bagi kehidupan di bumi. Fotosintesis juga berjasa menghasilkan sebagian besar oksigen yang terdapat di atmosfer bumi. Organisme yang menghasilkan energi melalui fotosintesis (photos berarti cahaya) disebut sebagai fototrof. Fotosintesis merupakan salah satu cara asimilasi karbon karena dalam fotosintesis karbon bebas dari CO2 diikat (difiksasi) menjadi gula sebagai molekul penyimpan energi, dengan reksi:
6H2O + 6CO2 + cahaya → C6H12O6 + 6O2
Pada tahun 1771, Joseph Priestley, seorang ahli kimia dan pendeta berkebangsaan Inggris, menemukan bahwa ketika ia menutup sebuah lilin menyala dengan sebuah toples terbalik, nyalanya akan mati sebelum lilinnya habis terbakar. Ia kemudian menemukan bila ia meletakkan tikus dalam toples terbalik bersama lilin, tikus itu akan mati lemas. Dari kedua percobaan itu, Priestley menyimpulkan bahwa nyala lilin telah "merusak" udara dalam toples itu dan menyebabkan matinya tikus. Ia kemudian menunjukkan bahwa udara yang telah “dirusak” oleh lilin tersebut dapat “dipulihkan” oleh tumbuhan. Ia juga menunjukkan bahwa tikus dapat tetap hidup dalam toples tertutup asalkan di dalamnya juga terdapat tumbuhan. Lalu pada tahun 1778 Jan Ingenhousz ilmuwan Britania Raya kelahiran Belanda mengulangi eksperimen Priestley. Ia menemukan bahwa cahaya matahari berpengaruh pada tumbuhan sehingga dapat "memulihkan" udara yang "rusak", dan membuktikan bahwa intensitas cahaya memengaruhi laju fotosintesis pada tumbuhan.
Dari semua radiasi matahari yang dipancarkan, hanya panjang gelombang tertentu yang dimanfaatkan tumbuhan untuk proses fotosintesis, yaitu panjang gelombang yang berada pada kisaran cahaya tampak (380-700 nm). Cahaya tampak terbagi atas cahaya merah (610 - 700 nm), hijau kuning (510 - 600 nm), biru (410 - 500 nm) dan violet/ungu (< 400 nm). Masing-masing jenis cahaya berbeda pengaruhnya terhadap fotosintesis. Dan ini berhubungan dengan reaksi terang melibatkan dua fotosistem yang saling bekerja sama, yaitu fotosistem I dan II. Fotosistem I (PS I) berisi pusat reaksi P700, yang berarti bahwa fotosistem ini optimal menyerap cahaya pada panjang gelombang 700 nm, sedangkan fotosistem II (PS II) berisi pusat reaksi P680 dan optimal menyerap cahaya pada panjang gelombang 680 nm.